Selasa, 17 Mei 2011

Maaf

Hari sudah berganti karena malam telah pindah ke dinihari. Rasa bersalah masih menghampiri, tak mau pergi. Bagiku rasa bersalah adalah rasa paling berbahaya, paling patologis. Ia bisa menghalangi pikiran-pikiran logis. Benar saja, sudah beberapa kali terpikir melukai tangan dengan sadis. Apa dengan begitu rasa bersalah bisa habis? Aku sudah lelah menangis.

Minta maaf itu tidak menghapus rasa bersalah. Yang bisa menumpasnya cuma satu kepastian bahwa semuanya bisa kuperbaiki seperti semula, minimal mendekati semula. Itu yang belum bisa kulakukan, membuatnya seperti sebelum sore tadi.

Aku tidak melakukannya dengan sengaja. Aku tidak punya apologi untuk dieja. Salah tetap lah salah. Apologi hanya cocok menghuni tempat sampah. Dan cuma sampah-sampah yang mengelak mengaku salah. Maaf…

Kamis, 12 Mei 2011

Hari Keduabelas Bulan Mai

Dengan tinta merah darah
di jalanan tertulis luka
Pemerintah buta aksara
tak bisa baca apalagi mengeja

Tubuh yang tertembus peluru itu tidak mati
Ia hidup seperti juga luka di jalanan

Tahuntahun berlalu tetapi luka masih basah
Waktu terkutuk mengukir katakata di jalanan
dan pemerintah masih tetap buta aksara…

Senin, 02 Mei 2011

Tameng Polwan dan Hari Buruh

Minggu, 1 Mei 2011

Hari ini Mayday, hari buruh. Di Yogyakarta Mayday kali ini diwarnai sejumlah aksi. Malioboro yang langganan jadi tempat “gelaran” aksi pun ramai oleh massa aksi yang memperingati Mayday. Di depan gerbang Gedung Agung, massa aksi sempat berorasi dan menampilkan sejumlah pertunjukkan teatrikal.

Pihak kepolisian pun berjaga di sepanjang Jalan Malioboro, termasuk di depan gerbang Gedung Agung. Sejumlah polisi wanita (polwan) muda yang sebagian berparas cantik, berdiri dalam satu saf barisan tepat di depan gerbang.

Barisan polwan itu mengingatkan saya pada cerita pak Bambang, guru sejarah saat duduk di sekolah menengah pertama. Dari cerita-ceritanya, saya menyimpulkan bahwa pak Bambang adalah aktivis ketika mahasiswa. Salah satu ceritanya berkisah tentang barisan polwan dan demonstran.
Barisan polwan yang berjaga tepat di depan gerbang Gedung Agung

Ia bercerita, barisan polwan sering dijadikan “tameng” untuk meminimalisir bentrokan dengan demonstran. Polwan-polwan berbaris persis di depan para demonstran. Dengan begitu, para demonstran akan berpikir dua kali jika hendak bentrok dengan polisi, karena memukul atau menyerang wanita dianggap sangat tidak “etis”.Rata Tengah

Hari ini saya menyaksikan tameng polwan seperti dalam cerita pak Bambang. Mungkin tameng polwan itu memang dimaksudkan untuk meminimalisir risiko bentrokan. Tetapi aksi Mayday hari ini berlangsung tertib.

***

Beberapa hari yang lalu saat main ke toko buku, saya membeli jurnal terbitan Badan Penerbitan Pers Mahasiswa (BPPM) Balairung Universitas Gajah Mada (UGM). Jurnal itu mengulas permasalahan seputar rokok dan industri rokok.

Salah satu tulisan di jurnal mengemukakan tentang posisi tawar buruh yang sangat lemah dalam industri rokok. Hubungan industrial yang melibatkan tiga pihak -buruh, negara dan pemilik industri- menempatkan buruh dalam posisi yang tidak kuat.

Posisi lemah itu ditinjau dari dua “tradisi” ; marxis dan nonmarxis atau yang dapat dikatakan tradisi liberal. Tradisi nonmarxis menerjemahkan posisi buruh yang lemah dalam persoalan upah, kondisi kerja dan lainnya. Maka, penyelesaian permasalahan buruh tidak perlu mengubah struktur kekuasaan –akses terhadap penguasaan alat produksi, baik di tingkat perusahaan maupun pada skala politik nasional. Cukup dengan memenuhi hak-hak buruh saja.

Tradisi Marxis menyatakan buruh dibayar murah dan bekerja dalam kondisi yang buruk lebih dikarenakan tidak memiliki kuasa atas pekerjaannya sendiri. Dengan kata lain, tidak memiliki akses terhadap penguasaan alat-alat produksi. Buruh dengan modal “labour” yang mereka miliki adalah unsur penting dalam memproduksi barang. Karena itu buruh harus dipertimbangkan sebagai salah satu “pemegang saham” perusahaan.

Saya menyimpulkan, dengan posisi sebagai “pemegang saham” berarti buruh terlibat dalam proses penentuan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh perusahaan. Buruh akan punya posisi tawar yang kuat sehingga hak-hak dan kesejahteraan mereka terjamin.

Saya kira penting untuk membangun kesadaran bahwa buruh seharusnya menjadi “pemegang saham” di perusahaan. Untuk jangka panjang, menguatkan posisi tawar buruh lebih krusial dibandingkan sekedar upah layak. Apalah artinya upah layak jika jam kerjanya tidak manusiawai, jika tenaga buruh dieksploitasi, jika jaminan kesehatan tak diberikan, jika keselamatan kerja diabaikan.

Saya ingin menutup tulisan ini dengan sebuah kutipan yang sudah banyak dikutip. Bangkit melawan atau diam tertindas, sebab mundur adalah pengkhianatan!

Selamat hari buruh…

Minggu, 01 Mei 2011

Foto pun Mampu Berkata =)


Ceria Bersama Ayah



=)