Rabu, 20 April 2011

Bukan (Lagi) Kali Pertama

Lembaran-lembaran tissue itu bisa menghapus airmata, tapi tak bisa menghapus sedih.

Aku memang cengeng, tapi aku sedang tidak menangis sekarang. Setelah kupikir-pikir, aku harus berhenti cengeng. Aku sudah dua puluh satu tahun. Banyak hal sudah kualami, sudah tahu rasanya. Jadi jika hal-hal itu terjadi lagi, aku tak perlu menangis. Bukankah hal serupa pernah kutangisi sebelumnya? Jadi mengapa ditangisi lagi?

Sekotak Penghapus Segala
Pensil 4B pada kertas A4

Sebenarnya aku cuma menangis jika sedih dan sangat marah. Kukira untuk berhenti cengeng, aku hanya perlu mengelola perasaanku sebaik mungkin. Hmm… tapi aku perlu sedikit menghargai keberhasilanku membendung air mata. Aku mulai bisa menahan diri untuk tidak menangis pada saat yang tidak tepat. Mungkin sedikit lagi aku akan berhasil menyudahi kecengengan itu.

Sekarang aku mau menggunakan lembaran tissue ini untuk hal lain. Untuk mengelap keringat setelah aku kelelahan beraktivitas, untung mengelap ingus kalau aku pilek lagi, atau untuk mengelap darah jika aku tersandung dan kakiku lecet seperti minggu lalu. Bisa juga berlembar-lembar tissue itu kugunakan untuk mengeringkan lantai kamarku gara-gara air minum yang tumpah.

Tapi tissue itu tetap akan menghapus airmata, airmata yang bukan airmataku. Mungkin airmata Ibu Sadriyah, orang termarginalkan yang jadi narasumberku untuk penulisan majalah. Aku tak menyangka Ibu Sadriyah curhat sampai menitikkan airmata setelah wawancara selesai. Ia bercerita tentang hidupnya yang rumit. Harusnya waktu itu aku cukup berani untuk mengelap airmatanya dengan selembar tissue. Aku ikut sedih mendengar ceritanya. Berhasil membendung airmataku dihadapn Ibu Sadriyah rasanya belum cukup. Andai aku bisa berbuat lebih, minimal menghapus airmata di pipinya...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar