#/1/
ini malam keberapa, tanyaku pada malaikat
entahlah, yang pasti kalian masih bungkam
dan memilih untuk saling munafik, sela setan
diam kau setan, tahu apa kau tentang munafik
malaikat, tapi aku mencintainya
bukankah itu memang watakmu hai bajingan, hardik setan
ia sepertinya juga mencintaimu, hibur malaikat
benarkah, aku juga merasakannya
matanya beda, senyumnya juga mesra
lantas kenapa tidak kau sikat saja, setan bicara
apa kata hatimu, tanya malaikat
hatiku tidak berkata apa-apa, malaikat
kali ini aku benar-benar buta
bimbang, dan takut, begitulah malaikat
basa-basi, sindir setan
laknat kau setan
aku tidak suka basa-basi
begitu pula ia
lalu apa yang kau bimbangkan, malaikat bertanya
keabadian, malaikat
siapa peduli keabadian, setan meragukan
aku, setan terkutuk
memangnya apa yang kau takutkan
aku tidak ingin jauh dengannya
sekarang, besok, lusa, dan selamanya
aku mencintainya malaikat, seperti kau tahu bukan
cinta macam apa ini, pancing setan
dengar malaikat, setan menanyaiku demikian
lantas kujawab apa
cinta monyet, cinta sejati, cinta abadi,
aku tak mengerti definisi cinta
aku merasa nyaman dengannya
malaikat, kau jangan melulu tanya
memang ia bisa apa, bisik setan
kenapa kau diam malaikat
bukankah langit yang mengenalkan aku dengannya
dan bumi telah mempertemukan
dan kau perantaranya
kenapa malaikat, kenapa
barang kali itu hanya kebetulan, ujar setan, pilon
tidak, ini bukan kebetulan
lalu apa yang kau inginkan, tanya malaikat, lagi
aku ingin bersamanya
selamanya, itu saja
tak peduli hubungan kami apa
enak saja kau, gertak setan
aku tak mau kehilangan dia, malaikat
tolong, tolong aku
jaga ia untukku, agar tidak sepi
agar tidak luka sendiri
malaiakat, aku memohon
aku meminta
dan kau setan, aku tak sudi ikut seruanmu
aku pernah tersesat karenamu
dari saya
#/2/
Katakan padaku, malaikat Mengapa langit senja yang kusuka
pada akhirnya harus dijemput malam
yang menelannya dalam kubangan warna hitam.
Karena memang tak ada satupun yang akan abadi, jawab malaikat.
Mengapa?
Semua memang sudah ditakdirkan begitu, setan menyela.
Seperti aku yang ditakdirkan jadi setan
Kau tahu rasanya jadi setan? dikutuk dan dicaci dimanapun
Jika bisa memilih, tentu aku tak mau jadi setan
Tapi Tuhan yang begitu mahakuasa, tak memberiku pilihan lain.
Aku baru tahu ternyata setan dan malaikat menganut nihilis.
Bagaimana dengan cinta? Apa hal yang sama juga berlaku untuk cinta?
Aku mencintainya! Aku mau samasama dengannya.
Samasama selamanya. Aku tak berani membayangkan bagaimana jika
kami tidak samasama lagi.
Kau pikir kalian sudah samasama sekarang? Setan menyindir
Bangun dari tidurmu, Nak! Kau bukan siapasiapanya.
Jangan dengarkan setan, dia peduli padamu, ujar malaikiat.
Peduli? Dia cuma kasihan padamu, pada anak yang menggenggam perih di
tangan kiri. Sementara tangan kanannya diulurkan untuk berusaha bantu orang lain.
Menyedihkan, anak kecil yang purapura kuat.
Dia tidak tega saja padamu. Tidak tega kalau kau hanya berteman
buku harian dan buku sketsamu.
Apalagi temanmu yang banyak itu sering tak bisa mengusir sepimu
karena kau tak tahu bagaiman caranya bicara pada temantemanmu
tak mengerti bagaimana cara membagi perih di genggaman tangan kiri itu.
Aku menyangkal katakatamu. Ada kemungkinan dia juga mencintaiku.
Aku rapuh, tapi aku tak pernah benarbenar patah
Untuknya aku ingin jadi lebih kuat, supaya bisa menguatkannya kelak.
Mungkin dan masih mungkin, dia pun mencintaiku. Dia melibatkanku dalam hidupnya.
Setan menghardik, tahu apa kau, anak kecil!
Hidup ini bukan cerita dongeng anak perempuan
yang dipenuhi kisah pangeran dan putri yang hidup bahagia selamalamanya.
Kalau dia mencintaimu, mengapa dia tidak juga memintamu jadi kekasihnya?
Sejauh ini dia hanya bilang ingin dekat denganmu. Dan kau
tetap saja bukan saipasiapanya. Hadapi kenyataan itu!
Aku membisu. Tak punya argumen lagi untuk menyanggah.
Malaikat terdiam di sudut ruangan.
Dari balik kaca jendela, kulihat teras rumah yang basah oleh kenangan.
… aku menahan air mata, meredam tangis yang rasanya sudah mau pecah…